Review Drama Seri The Witcher - Netflix

"Cari Geralt of Rivia. Dia adalah takdirmu."



Sejak pertama kali kemunculan trailer-nya, drama seri The Witcher besutan Netflix ini berhasil membuat saya penasaran. Ketika resmi dirilis tahun lalu, drama ini tidaklah tepat jika dikatakan tidak menarik. Justru bagi saya, drama ini cukup memukau saya. Kenapa? Berikut pembahasan saya.

Pertama kali menonton, Anda akan dihadapkan dengan seseorang yang sedang melawan seekor monster aneh di suatu rawa di dalam hutan. Ia adalah Geralt of Rivia atau yang diperankan Henry Cavill. Ya, Henry Cavill pemeran Superman di Men of Steel besutan DC Comics. Geralt merupakan seorang Witcher terkenal yang memiliki darah mutan. Ia digambarkan memiliki kebiasaan memburu monster-monster demi mendapatkan bayaran (koin).

Akan tetapi, sosok Witcher dianggap 'wabah' bagi sebagian masyarakat. Anggapan tersebut mungkin disebabkan darah yang dimiliki Geralt sebagai seseorang yang 'tidak sepenuhnya manusia'. Terutama di suatu desa yang dikunjungi Geralt saat itu, bahkan mereka cenderung mengolok-olok Geralt ketika mengunjungi suatu tempat nongkrong.

Perjalanan Geralt terus berlanjut di daratan yang disebut "Benua". Ia harus terus bertualang untuk menemukan takdirnya di masa depan bertemu dengan Yennefer of Vengerberg yang diperankan Anya Chalotra dan Cirri of Cintra yang diperankan Freya Allan. Di dalam film ini tidak hanya tentang petualangan mereka bertiga, tapi juga peperangan antarkerajaan yang dalam pandangan saya sangat tragis.

Hal pertama yang saya tangkap dari drama ini adalah sosok Henry Cavill yang tampil beda. Sosoknya dengan rambut panjang (gondrong) berwarna putih mampu mengusir kesan ketika dulu ia berperan sebagai Superman. Meskipun Henry tetap memiliki sikap yang 'dingin', bagi saya kesan Superman berhasil ia hilangkan saat memerankan sosok Geralt ini. Dengan begitu, dapat saya katakan Henry berhasil berperan dengan cukup mulus di drama ini.

Saya juga menemukan banyak tokoh yang memiliki karakter sangat kuat digambarkan Alik Skharov sebagai sutradara dan Lauren Schmidt Hissrich sebagai penulis cerita. Karakter yang kuat tersebut menjadi nilai lebih di sini, seolah tokoh-tokoh tersebut tidak ditempelkan begitu saja. Selain itu, demi menjadikan drama ini agar tidak dianggap membosankan, saya sangat suka dengan tokoh penyeimbang Geralt sebagai seseorang yang punya sikap sangat dingin. Ia adalah tokoh Dendelion yang diperankan Joey Batey. Karakternya yang konyol dan 'berisik' mampu membuat Geralt sedikit lebih banyak bicara dan tampak tidak terlalu kaku.

Ada juga tokoh Yennefer dan Tissaia (diperankan MyAnna Buring) yang berhasil 'menyihir' kekaguman saya dengan sihir mereka. Maksud saya, akting mereka yang apik. Di drama ini, kedua tokoh tersebut dapat saya katakan sosok perempuan yang peduli dengan kesetaraan. Seolah kemunculan mereka sebagai simbol perlawanan perempuan terhadap 'keadilan'.

Mungkin yang akan menjadi nilai kurang dari drama seri ini adalah alurnya. Pertama kali menonton, saya harus beberapa kali mengecek apakah episode yang sudah saya susun sesuai dengan urutan episode sebenarnya. Anda mungkin awalnya akan dibuat berpikir atas alurnya yang bagi saya cukup 'rumit'. Bukan berarti setiap episodenya tidak memiliki benang merah sebagai tanda perpindahan cerita, tapi alur yang bercabang cukup menyulitkan, terlebih lagi tidak adanya keterangan waktu antarepisode.

Terlepas dari itu, drama seri ini saya rekomendasikan bagi Anda yang hobi dengan genre fantasi, petualangan dan hal-hal yang disebut 'sihir'. Saya memberikan nilai 8,5 dari 10 untuk drama ini, terutama kekaguman saya dengan akting Hanry Cavill sebagai Geralt of Rivia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Bacaan Buku Pengantar Penelitian Sastra Bandingan karya Sapardi Djoko Damono