Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2016

Puisi Kertas Hijau oleh Trah W.

Kertas Hijau             Karya Trah W. Kertas hijau menyembunyikan kisah yang membumbung tinggi angkasa Menuntut siapa saja untuk mengatup   dan menyibakkan percakapan. Seorang anak dengan koreng-koreng di tapak kakinya. Adalah perbandingan antara dua dunia yang berdampingan. Hak mereka direnggas dengan segenap manisan. Kedok KORUPSI menjadi rahasia yang dibungkus di bawah bantal. Gorong-gorong yang sepi kian gelap ketika mereka semakin dijarahi. Tangan-tangan kotor akan bersih Ketika mereka mencucinya dengan lembaran-lembaran kertas bergambarkan Soekarno-Hatta. O, malangnya negara ku yang tanah air beta. Mereka miniatur boneka di toko-toko Bukan untuk dijual. Dipajang sekadar memenuhi dahaga.

Puisi Bulang Cahaya Karya Rida K. Liamsi

Belum bisa move on dari puisi-puisi Rida K. Liamsi. kesempatan kali ini, saya akan memposting salah satu karya Rida yang juga favorit saya. Bulang Cahaya        Karya Rida K. Liamsi Elang putih berekor panjang mengigal birahi di ujung tanjung mengirim isyarat ke semua pintu Terimalah cintaku cinta tak berkeris cinta tak bersuku cinta yang tak tersurat dalam lagu-lagu Angin berkisar perahu berlayar kudengar sendumu di ujung sitar: layang-layang bertali benang putus benang tali belati cintaku lepas, cintaku kenang cinta sejati, kubiarkan pergi hatiku kusut rinduku hanyut birahiku luput Ombak gemuruh mengobar dendam membakar hari mengubur mimpi mengirim rindu ke semua pintu: Inilah cintaku kudulang jadi timah kupahat jadi patung kurendam jadi rempah kugulai bagai rebung kusimpan dukaku sampai ke ujung Kemarau menderau padang ke...

Analisi Unsur Ekstrinsik Pada Novel The Old Man and the Sea (Lelaki Tua dan Laut) Karya Ernest Hemingway : Analisis Nilai-nilai yang Terkandung

Rose (V) karya Rida K. Liamsi

Rose (V) Telah kau tutup Satu-satunya celah Tempat aku menghembuskan Rindu dan berahiku Setelah pintu Setelah tingkap Setelah percakapan terakhir Yang resah Yang lelah Yang nyanyah Aku di luar sekarang Tercampak Di antara mabuk dan kebencian Di antara sesal Rindu dan alpa di antara rasa yang pepat resa yang penat awan petang yang berarak jadi gergasi menyeringai tawa berderai : O, mampuslah kau Akhirnya kalah Tak lagi mencacak pancang Tak lagi mengeliyang pasang Tak lagi menggelenyar gelombang Siapa yang bisa melawwan Sang kala Sang lelah Sang lejuk Sang hianat Awan petang yang berarak Gergasi waktu Menelan gelegak dahakmu Menggergaji mimpimu Mengiris-iris najis berahimu Tausal yang membuat kau jadi dajal Majal melawan ajalmu Telah kau tutup satu-satunya celah Dan kau kini menyerah Padahlah! {2008}  Rida K. Liamsi dilahirkan di Dabo Singkep, Kepulauan Riau, pada 17 Juli 1943. Selain ber...

Rose (IV) karya Rida K. Liamsi

Masih bergalau-galauan dengan puisi ini, berikut lanjutan dari puisi Rose seri keempat. Rose (IV)                  Karya Rida K. Liamsi Alangkah pedihnya. Alangkah pedihnya. Kerinduan yang panjang seketika luluh hanya sebuah kata: Tak Bisa! Dinding ruang yang jingga, dan suara biola yang membara, tak dapat menegakkan nadi Menegakkan janji, menyudahkan mimpi. Seperti segelas racun, meneguknya meski dengan rasa sesal dan takut, menjadi keputusan keputusasaan. Mengapa terjadi ketika rindu telah sampai ke ujung tunggu? Alangkah pedihnya. Alangkah pedihnya Hanya sebuah kata telah jadi jembia cinta. Tak Bisa! {2007}

Sajak Menyesal karya Ali Hasjmi : Analisis Bahasa, Majas, Diksi, Bunyi, Citraan, dan Parafrasa

Rose (III) Karya Rida K. Liamsi

Oke. Mari kita lanjutkan bersendu-sendu melalui puisi penuh makna, Rose. Kesempatan kali ini saya akan memposting lanjutan dari puisi Rose sebelumnya. Rose (III)                    Karya Rida K. Liamsi ROSE Sudah berapa lama kita di sini Begini Aku sudah semakin lelah Meski tak kan pernah menyerah Aku sudah semakin pasrah Meski takkan pernah kalah Aku sudah terlanjur dalam tenggelam Lumat dilumat ombak Remuk diremuk karang Terkubur di kubang lumpur Tapi takkan pernah tersungkur Maka kini kubiarkan kau yang memutuskan Apakah akan terus begini Di sini Apakah kau masih seperti yang dulu: Membiarkan hari mencatat desah rindumu pada sisa-sisa ombak musim timur Agar kau dapat selalu datang dan merasakannya saat musim tiba dan membiarkan rinduku hanyut dan menyentuh jemari kakimu dan kau hanya merasakan ngilu! Mungkin kau yang tetap ingin seperti dulu: Membiarkan derai pasir sehabis badai ters...